Rabu, 06 Mei 2009

Dampak krisis keuangan AS terhadap ekonomi global


Kita semua tentu sudah tahu bahwa saat ini negara super power amerika sedang dalam masalah / krisis keuangan. Menurut kompas penyebab dari krisis ekonomi AS adalah penumpukan hutang nasional yang mencapai 8.98 triliun USD, pengurangan pajak korporasi, pembengkakan biaya perang irak dan afghanistan, dan yang paling krusial adalah Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Lehman Brothers, Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UF.

Surat kabar di Eropa menyoroti krisis ekonomi di Amerika Serikat yang dampaknya juga mulai terasa di Eropa.

Mengenai krisis konjunktur di Amerika Serikat dan akibatnya bagi pertumbuhan ekonomi global,

Harian dari Italia La Republica yang terbit di Roma dalam tajuknya berkomentar :

“Saat ini Amerika Serikat dilanda resesi yang sangat serius dan menyakitkan. Kini pertanyaanya adalah: Seburuk apa fase konjunktur ini, dan apakah akan dapat meruntuhkan ekonomi Amerika Serikat secara mendadak? Di Eropa, terutama Bank

Sentral Eropa walaupun menyadari hal itu merupakan ilusi, masih tetap mengharapkan bahwa mereka masih dapat melindung kawasannya atau menepis dampak dari krisis berat ekonomi di Amerika Serikat. Namun, di tahun 2008 ini Eropa tidak akan lagi mampu menahan dampak krisis ekonomi dari Amerika Serikat dan akan ikut tergilas.”

Dari Perancis Harian Dernieres Nouvelles d`Alsace yang terbit di Strassburg juga mengomentari dengan tajam krisis ekonomi dunia tsb:

“Di Jerman serikat buruh menuntut kenaikan gaji sampai 8 persen untuk mengimbangi daya beli yang terus menurun. Juga di Perancis menurunnya daya beli menjadi topik bahasan. Namun dalam kenyataannya penurunan daya beli ini adalah masalah seluruh Eropa. Di mana-mana pertumbuhan ekonomi harus dikoreksi ke bawah. Bank Sentral Eropa mengecam tuntutan serikat buruh- khususnya dengan menyoroti Jerman sebagai penggerak ekonomi Eropa. Ekonomi global mengalami perubahan drastis. Krisis kredit di Amerika Serikat menunjukkan betapa rentannya globalisasi moneter. Para aktor baru ekonomi juga muncul di luar rencana. Seperti halnya dana simpanan jangka panjang dari negara-negara penghasil minyak bumi, yang merupakan investasi jangka panjang. Yang berbeda dari dana pensiun, yang hanya tertarik pada keuntungan jangka pendek. Perubahan drastis dalam sirkulasi keuangan tidak dapat diabaikan lagi.”

Sedangkan Harian yang beredar di Jerman Der Tagesspiegel yang terbit di Berlin berkomentar :

“Juga jika tidak seluruh ketakutan menjadi kenyataan, sekarang terlihat betapa buruknya persiapan Jerman menghadapi penurunan konjunktur. Tahun lalu kas negara hanya mendapat pemasukan 70 juta Euro, walaupun pendapatan dari sektor pajak meningkat milyaran Euro. Negara tidak mampu lagi mengembalikan kemampuannya untuk bertindak. Politik secara keseluruhan, gagal mengambil manfaat dari laju konjunktur. Asuransi kesehatan, yayasan dana pensiunan dan pasaran kerja tidak lagi kebal dari krisis. Tema ini harus dibicarakan dalam kampanye.”

Dan yang terakhir harian liberal Denmark Information yang terbit di Kopenhagen mengomentari dampak resesi pada kampanye pemilu presiden di AS :

“Ancaman resesi ekonomi di tahun pemilihan presiden, secara ajaib kelihatannya mempersatukan partai Republik dan partai Demokrat di Kongres serta presiden saat ini. Sakarang ini juga harus disuntikkan dana segar bagi sirkulasi ekonomi, dan lebih baik tentu saja jika langsung disalurkan kepada konsumen AS. Seandainya presiden AS merintangi proyek ini, peluang partai Republik untuk mempertahankan kekuasaannya di Gedung Putih akan semakin buruk. Sebab kandidat partai demokrat dapat melemparkan tanggungjawab bagi resesi serius tahun 2008 ini, kepada Bush dan partai Republiknya. Untuk sementara, kelihatannya krisis ekonomi tsb meningkatkan peluang partai Demokrat untuk memenangkan pemilu presiden dan meraih mayoritas di kedua kamar di Kongres.”

Lantas bagaimana dengan di Indonesia? krisis kuangan yang menimpa amerika jelas juga berdampak di Indonesia, seperti harga rupiah yang terus melemah, IHSG yang juga tidak sehat, ekspor diperkirakan juga menjadi terhambat karena perusahaan- perusahaan AS akan melakukan politik banting harga. Namun apakah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997/98 akan terjadi lagi? Menurut Ekonom UGM Sri Adiningsih menilai sampai sejauh ini pemerintah Indonesia belum mempunyai langkah strategis untuk mengantisipasi dampak krisis financial AS, padahal jika krisis financial AS tidak segera teratasi maka dampaknya terhadap perekonomian Indonesia bisa lebih buruk dibanding krisis ekonomi tahun 1997/98.

Setidaknya kita berharap pasar asia masih bertahan dalam menghadapi krisis yang terjadi di AS, karena saat ini pemerintah hanya memiliki strategi untuk fokus kepada jalur distribusi ekspor, akan tetapi apabila pasar asia ikut hancur maka dipastikan Indonesia akan mengalami krisis ekonomi yang lebih parah dari tahun 1997/98

1 komentar: